MUI Sumatera Barat
Berita

Sambut Ramadhan 1439 H, Ketum MUI Ajak Ramaikan Masjid dan Stop Balimau

Rabu, 16 Mei 2018
Buya Gusrizal GazaharBuya Gusrizal Gazahar

PADANG - Tradisi Balimau atau mensucikan diri merupakan tradisi menjelang bulan suci Ramadan di Sumatera Barat dan juga beberapa daerah lain. Tradisi ini membawa ribuan muslim di berbagai kota di Sumbar menggelar mandi bersama di tempat terbuka.

Ketum MUI Sumbar Buya Gusrizal Gazahar Menghimbau muslim Sumbar untuk tidak melanjutkan tradisi mandi "balimau" untuk membersihkan diri sebelum bulan puasa secara bersama-sama di sungai di daerah itu.

Mandi Balimau yang menjadi tradisi tahunan jelang ramadhan tersebut, berkembang di masyarakat ranah minang sebagai sebuah kebiasaan kemudian diteruskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Pada awalnya hanya mandi dengan jeruk nipis di rumah saja, namun entah kenapa kebiasaan ini berobah menjadi tradisi mandi campur baurnya muda-mudi di sebuah sungai.

Menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar Gusrizal Gazahar, balimau mencerminkan tradisi yang tidak Islami. "Tidak ada dalil yang menganjurkan balimau. Faktanya, masyarakat menganggap itu sebagai ibadah dan syiar dalam agama. Ini menuntut adanya alasan syari untuk mengamalkannya. Bila tidak ada alasan atau dalil syari maka perbuatan itu haram dilakukan. Tidak usah berkilah dengan alasan simbolik dan filosofis karena hukum diletakkan atas illat yang jelas. Ibadah menuntut adanya dalil. Kalaupun itu dipandang tradisi, dalam syariat Islam, tradisi yang tidak bersesuaian dengan syariat Islam, harus ditunggalkan. Masa Ramadhan disambut dengan cara mempertontonkan aurat di tengah orang banyak seperti itu ? ," ujar Gusrizal kepada MinangkabauNews, Selasa, (15/4).

Menurut Gusrizal, tidak ada anjuran balimau seperti yang dilakukan masyarakat di Minang. Bahkan ia menilai, hal ini hanya sebatas euforia yang cenderung menyesatkan untuk menyambut bulan puasa.

Dalam tradisi tersebut digambarkan, para pengunjung layaknya mandi biasa, namun di penghujung mandi diakhiri dengan siraman air dari rendaman bunga tujuh rupa bercampur limau (jeruk nipis).

Selain juga, bercampurnya laki-laki dan perempuan dewasa menjadikan ulama di Sumbar menyatakan haram terhadap tradisi tersebut. Cara tersebut yang dinilai ulama Sumbar bertentangan dengan makna kehadiran bulan Ramadhan yang mesti disambut dengan keimanan, keilmuan dan ketaatan.

Buya juga menghimbau agar pemerintah daerah tidak lagi melihat ini dari sudut pariwisata semata karena kemerosotan akhlaq di Sumbar, sudah sangat memprihatinkan.

Walaupun sudah dilarang, tradisi itu hingga kini, tetap bertahan di masyarakat Minang. Banyak tempat-tempat wisata pemandian yang dijadikan sebagai lokasi balimau.

Di Padang, warga menyerbu lokasi pemandian Lubuk Paraku, Lubuk Minturun, dan Batang Kuranji. Lokasi tersebut dijejali ratusan hingga ribuan orang yang hanya ingin mandi-mandi bersama keluarga untuk menyambut bulan puasa.

Tradisi balimau dimulai sore hari hingga menjelang Magrib. Sekitar pukul 17.00 WIB, warga akan berdatangan ke tempat-tempat pemandian umum menggunakan berbagai alat transportasi, sehingga ditempat pemandian umum tersebut terjadi kemacetan panjang. (RI)

Sumber: Rahmat Ilahi




Lainnya :

 
KETUM MUI SUMBAR
BERITA
MUI SUMATERA BARAT KONTAK KAMI ALAMAT
Situs Informasi dan Komunikasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sumatera Barat.

facebook twitter
 
Komplek Masjid Agung Nurul Iman, Jalan Imam Bonjol, Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar)
 
telp
(0751) 811599
(0751) 8956213
email
muisumbar95@gmail.com
lppom.muisumbar@gmail.com