MUI Sumatera Barat
Berita

Gamawan Fauzi :Sumpah Sati Marapalam Bukti Kecerdasan Para Leluhur

Jumat, 18 Januari 2019

PADANG -- Di penghujung tahun 2018 lalu, tepatnya tanggal 15-16 Desember 2018, MUI Sumatera Barat menyelenggarakan dua acara penting, yaitu Milad Emas MUI Sumbar dan Pengukuhan Kembali Sumpah Sati Bukik Marapalam.

"Saya diundang hadir di acara itu, tapi saya berhalangan," kata Gamawan.

"Sesuatu event penting yang terlewatkan, dan saya menyesalinya. Saya minta maaf kepada yang mulia Ketua MUI Sumbar, ust Gusrizal Gazahar," tuturnya.

Sumpah Sati Bukik Marapalam yang telah lama sekali saya baca dalam buku "Sumatera Barat Sampai Plakat Panjang" yang ditulis Imran (kalau tak keliru), menjelaskan perjalanan sumpah itu. Menurut hemat saya, adalah bukti kearifan dan kecerdasan para leluhur Minangkabau dalam menyelesaikan masalah dan sekaligus menjawab tantangan zaman ke depan, menembus batas waktu/border timeless, sigap terhadap ancaman.

"Orang Minang mengatakan, malantai sabalun luluih, maminteh sabalun anyuik. Dek tau rantiang ka mancucuak, dek tau atok ka maimpok".

Perjalanan waktu sedikit demi sedikit merubah suasana, menggerus sendi sendi kehidupan sosial. Makin lama perubahan itu bisa saja merubah hal-hal yang prinsip. Sesuatu yang dulu dianggap tabu atau cando mulai dianggap wajar. Kata orang Minang lagi, dek banyak lah ragu, dek lamo lah lupo. Sebutlah misalnya soal judi. Sejak masuknya dengan legal, SDSB, PORKAS, sampai judi bola dan taruhan domino, mulai ditolerir. Padahal secara prinsip bertentangan dengan syarak. Begitu juga soal pergaulan, tata krama berbicara, yang sebagian besar tak diatur hukum positif, tapi dikawal oleh tradisi Minang yang basandi syarak (Islam), dan berlaku dalam kehidupan sosial di nagari.

Hukum positif pasti tak mampu mengatur semua aspek kehidupan sosial, karena ada adagium dalam hukum, bahwa makin diatur, makin tak teratur.

Kekosongan itu sudah diantisipasi oleh leluhur kita. Ini disebut alua jo patuik. Hukum yang tak tertulis, tapi hidup dihati masyarakat/the living law of the people. Dan hebatnya, dulu di taati masyarakat.

Masyarakat merasa tak nyaman hati bila melanggarnya. Dan semua mata anak nagari akan menghunjam menusuk kalbu si pelanggar. Ujungnya, bila berlarut-larut, akan ada sangsi sosial, indak di baok sa ilia samudiak, awak tibo, urang pai. Sungguh berat.

Semua nilai adat yang tak tertulis dan ditaati masyarakat itu, pada dasarnya bersumber dari ajaran Islam, yang wajib, sunah, makruh, mubah.

Saya merasakan indah dan bahagianya hidup masa kecil dengan tradisi itu. Penasehat sosial bukan hanya ayah, ibu dan mamak, tapi semua masyarakat yang sudah dewasa. Pidato pidato adat dalam berbagai bentuk acara, adalah kata kata sastra, berisi dan sarat nilai dan nasehat. Tak pantas di sebut sekedar seremonial yang ba abih malam, ba abih minyak, tapi adalah ajaran kearifan lokal yang bernilai luhur. Saya kira lebih hebat dari penataran P4 masa lalu, karena di ulang-ulang dan di amalkan. Semua itu membangun sikap arif bijaksana. Alun takilek lah takalam, bulan disangko tigo puluah, alun di liek lah dimakan, raso lah masuak dalam tubuah (luar biasa). Saya kira inilah yang menjadi spirit sehingga melahirkan pemimpin-pemimpin hebat bangsa ini dari Ranah Minang, disamping tentu juga ada faktor lainnya.

Dewasa ini, dan masa-masa mendatang, nilai-nilai itu akan terus digempur oleh peradaban baru yang mendunia. Kemajuan teknologi informatika makin hari kian maju dan mudah diperoleh. Sikap pragmatisme, hedonisme, materialisme dan isme-isme lainnya tumbuh dimana-mana, dan akan mewarnai kehidupan masyarakat di kota ataupun nagari. Wilayah tak lagi menjadi penghalang/borderless.

Lambat laun ini akan menjadi serangan yang bertubi tubi terhadap ABS SBK. Masyarat Minang bisa menjadi "gamang" dalam menyikapinya antara berpegang teguh dengan jati diri, atau tinggalkan bernostalgia dengan masa lalu, atau bisa saja menerima hal hal baru sepanjang tak melanggar syarak.

Saat merumuskan Undang-undang Desa, yang sekarang menjadi Undang-undang nomor 6 tahun 2014, saya menyampaikan tiga alternatif itu kepada presiden dengan segala argumentasinya. Lalu presiden memilih jalan ketiga itu, yaitu jalan tengah. Dalam hati saya tersenyum. Sama seperti ungkapan orang Minang, sakali ayia gadang, sakali tapian baraliah, tapi tapiannyo itu juo. Kata kuncinya kukuh memegak prinsip syarak bagi orang Minang, dan tentu juga suku bangsa lain di negeri ini dengan nilai nilai lokalnya/good local governance dalam sistem desentralisasi.

Maka, dalam menyikapi keseluruhan persoalan dan tantangan itulah, saya sangat mengapresiasi lahirnya Pengukuhan kembali atau Baiat Sumpah Sati Bukik Marapalam yang baru lalu. Saya menganggap ini jalan cerdas dan arif dari MUI Sumatera Barat yang disokong penuh LKAAM, Bundo Kanduang, Tokoh tokoh Minang, Ormas Islam dan Pemerintah Daerah.

Pekerjaan rumah kita di ranah dan rantau, tentu menghidupkan terus semangat itu dan mengelaborasi dalam bentuk kebijakan pemerintah daerah dan nagari nagari di Sumatera Barat. Saya ingin mendengar bahwa suatu saatnya ada kebijakan Pemerintah Daerah yang mendukung nilai itu dalam bentuk Perda lokal. Bahkan ada nagari-nagari yang dikatakan sebagai republik-republik di zaman Belanda itu, yang membuat kesepakatan bersama dan diataati bersama anak nagari yang mencerminkan syarak mangato dan adat memakai itu benar benar hidup dan menjadi pakaian mereka sehari hari. Serta membuang jauh jauh tradisi atau hal-hal baru yang tak sesuai syarak.

Bila ranah Minang konsisten dengan filosofi ABS-SBK, maka kita tak perlu galau dengan lagu yang didendangkan Dewi Yul. Kau bukan dirimu lagi, Kau bukan yang dulu lagi.

Kini ku sadari, Kau bukan dirimu.

Kita memang hidup pada zaman kesejagatan atau global. Tapi justru di zaman itu pula kita makin membutuhkan identitas dan jati diri. Einsten mengatakan bahwa orang sulit objektif untuk beberapa hal, antara lain tentang kampung halamannya. Begitu pula saya.

Kendati cuma kadang-kadang saja sempat pulang kampung, tetapi kok siang lai dicaliek-caliek an, kok malam lai di danga-dangakan. Karena itu pulalah salam hormat saya buat penggagas serta semua yang mendukung dan berbuat untuk pengukuhan ABS-SBK. Semoga menjadi amal shaleh. Aamiiin.

Sumber: Rahmat Ilahi




Lainnya :

 
KETUM MUI SUMBAR
BERITA
MUI SUMATERA BARAT KONTAK KAMI ALAMAT
Situs Informasi dan Komunikasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sumatera Barat.

facebook twitter
 
Komplek Masjid Agung Nurul Iman, Jalan Imam Bonjol, Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar)
 
telp
(0751) 811599
(0751) 8956213
email
muisumbar95@gmail.com
lppom.muisumbar@gmail.com