MUI Sumatera Barat
Berita

Ketum MUI Sumbar Buya Gusrizal Gazahar Datuak Palimo Basa Raih Doktor dari UIN Imam Bonjol Padang

Rabu, 23 Februari 2022
Sidang promosi doktor Buya Gusrizal GazaharSidang promosi doktor Buya Gusrizal Gazahar

MUISUMBAR.OR.ID, PADANG -- Buya Gusrizal Gazahar Dt Palimo Basa, meraih gelar doktor dari Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang dengan predikat sangat memuaskan, Rabu. Gelar doktor itu diraih Buya Goes setelah mempertahankan disertasinya di hadapan tim penguji Sekolah Pasca Sarjana UIN. Judul disertasinya Dalil al-Tark Menurut al-Syathibi dan Penerapannya dalam Perkara Bid ah dan Tabdi.

Buya Gusrizal menyatakan, Perdebatan tentang bid ah, semenjak generasi awal tidak pernah berhenti. Mulai dari sahabat sampai para imam madzhab, pembahasan tentang bidah tetap mengisi ruang karya ilmiah mereka. Pengertian, lapangan, hukum dan dampaknya menjadi fokus pengkajian, namun dari sisi dalil, banyak celah yang membuka ruang semakin tajamnya ikhtilaf di antara ulama. Suasana dakwah masa kini yang diisi oleh berbagai dinamika, juga berkontribusi menghangatkan kembali perdebatan tentang bidah tersebut.

Lanjutnya, Suasana demikian, mengundang kerinduan peneliti untuk menelisik warisan para ulama terdahulu. Harapannya adalah ditemukannya solusi atau setidaknya jembatan penghubung antara dua pihak yang terlihat semakin mengukuhkan diri dalam posisi saling berhadapan. Usir mengusir, bubar membubarkan dan caci mencaci, tak bisa terus dibiarkan. Penelusuran terhadap akar masalah, mengantarkan kepada sumber kesengkarutan perkara bid ah ini.

Pemegang ototritas penetapan syari-at (syari) dalam pandangan ulama, tidak dimaknai sebatas geraknya tapi juga diamnya. Bukan hanya ketika melakukan perbuatan tapi juga tatkala menahan diri dari melakukan tindakan yang dinamai dengan al-tark. Itulah rujukan utama yang berulangkali dimunculkan dalam pembahasan bid ah. Ketiadaan perbuatan menjadi ukuran dalam menetapkan suatu perkara baru, sebagai amalan bid ah. Penilaian terhadap pelakunya juga dampak dari proses penyimpulan atas al-tark tersebut.

Titik tolaknya memang telah ditemui namun anehnya, penulis tidak menemukan altark dalam suatu penjelasan yang memadai untuk dipandang sebagai dalil. Sepertinya para ulama mencukupkan saja dengan mengisyaratkan, merujukkan dan menyelipkannya dalam berbagai kasus pembahasan. inilah faktor pendorong utama bagi penulis untuk memilih penelitian ini.

Ketidakhadiran al-tark dalam pembahasan ulama, membuat mereka yang menggunakannya, menjadi tidak terkawal dengan ketentuan yang menjauhkan diri dari sikap berlebihan dan permisif. Di sinilah keberadaan al-tark dibutuhkan sebagai dalil yang utuh bukan sekedar kutipan sampingan dalam berhujjah.

Buya menambahkan Sekian banyak ulama yang bisa penulis jadikan rujukan dalam menemukan harapan tersebut. Al-Syathibi menjadi pilihan karena melihat bersandingnya dua kitab karyanya yaitu al-Muwafaqat dan al-Itisham, bisa dijadikan saling melangkapi dalam mentransformasikan al-tark sebagai dalil. Rumusan dan implementasi, menjadi nyata dalam karyanya. Adapun ulama lain yang membahas tentang bid ah, menjadi pembanding melalui karya mereka.

Penelitian kepustakaan ini, menggariskan alur berfikir yang lurus untuk mmeberikan jawaban atas dua pertanyaan dalam rumusan masalah. Batasan bingkai penelitian dalam karya al-Syathibi, bukannya memiskinkan informasi, malah lebih menajamkan analisis dan kesimpulan akhir.

Situasi dan kondisi yang dilalui oleh Al-Syatibi, menjadi dasar untuk memahami konsep dalil al-tark. Pengaruh berbagai aspek kehidupan tak bisa dihindari. Karena itu, penilitian yang terdiri dari tujuh bab ini, diawali dengan dua bab yang membicarakan tentang masa lalu al-Syathibi dan situasi yang meliputi kehidupannya. Kondisi sosial keagamaan, situasi politik dan keamanan negeri menjadi pengantar untuk memahami konsep al-tark dan hubungannya dengan bid’ah.

Pengenalan terhadap karya besar al-Syathibi dan uslub pembahasannya merupakan muqaddimah yang tepat untuk kajian al-tark dan bid ah pada bab empat dan lima. Pengertian dan persyaratan keduanya, dijabarkan dalam bab empat dan lima. Perdebatan tentang jangkauan istilah dan pembagian masing-masing pokok kajian tersebut, menjadi landasan untuk melihat hubungan keduanya.

Buya menyampaikan Konsep al-tark sebagai dalil dan keberadaan bid’ ah sebagai alamat penetapan hukum akhirnya bermuara kepada jawaban dua pertanyaan dalam rumusan masalah. Bagaimanakah rumusan al-Syathibi tentang al-tark sebagai dalil dan bagaimanakah penerapan dalil al-tark dalam penetapan bid ah dan tabdi ? Jawabannya adalah lahirnya rumusan konsep dan panduan dalam berhujjah serta ketentuan penerapannya di lapangan yang telah teridentifikasi.

Popularitas dan kebrilianan al-Syathibi memang terlambat tapi setelah kemunculan karyanya, ia menunjukkan kelasnya dengan sekian banyak konsep aktual yang konsisten ia terapkan, begitu pula terobosan yang ia sodorkan. Kitab al-Muwafaqat dan al-Itisham tetap menjadi rujukan di tengah ulama sampai saat ini karena menyimpan pemikiran yang mendasar di bidangnya. Di antaranya adalah rumusan konsep al-tark menurut al-Syathibi dan ketentuan penerapannya dalam bidang tertentu. Buya Gusrizal Gazahar merupakan doktor ke-267 yang dihasilkan UIN Imam Bonjol Padang, Pimpinan sidang Prof Martin Gustanti, Penguji eksternal, Prof Dr. Yaswirman, Prof Firdaus MAG, Doktor Muchlis Bahar M, Ag dan Dr Zurkanaini, M.Ag serta Prof Amir Syarifuddin.

Sumber: Rahmat Ilahi (Kang Rie)




Lainnya :

 
KETUM MUI SUMBAR
BERITA
MUI SUMATERA BARAT KONTAK KAMI ALAMAT
Situs Informasi dan Komunikasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sumatera Barat.

facebook twitter
 
Komplek Masjid Agung Nurul Iman, Jalan Imam Bonjol, Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar)
 
telp
(0751) 811599
(0751) 8956213
email
muisumbar95@gmail.com
lppom.muisumbar@gmail.com