MUI Sumatera Barat
Berita

Ketum MUI Sumbar Buya Gusrizal: RUU BPIP Menghubbalkan Pancasila

Minggu, 19 Juli 2020
Ketua MUI Sumbar Buya Dt. Palimo BasaKetua MUI Sumbar Buya Dt. Palimo Basa

PADANG -- Ketum MUI Sumbar Buya Gusrizal angkat bicara soal RUU BPIP. "RUU BPIP tidak penting dijadikan Undang-Undang, Kehadiran RUU ini hanya akan menghubbalkan (menjadikan jadi berhala) Pancasila," kata Ketum MUI Sumbar Buya Gusrizal Gazahar, Minggu, (19/7/2020)

Buya Gusrizal mengatakan, peran Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) tak perlu diatur dalam Undang-Undang. Karena melihat catatan sepak terjang BPIP dan kewenangan besar yang diserahkan kepadanya oleh RUU kejar tayang usulan pemerintah yang disambut hangat oleh ketua DPR, perasaan yang muncul adalah setelah pemerasan Pancasila rupanya berlanjut menjadi pemerasan rasa keadilan rakyat negeri ini.

Ketika dicoba menghadirkan bayangan masa depan jika RUU BPIP ini dibiarkan berlanjut dan seandainya nanti sekelompok umat tak sehaluan dalam menafsirkan Pancasila dengan lembaga itu, apakah yang akan terjadi. Sebelum jawaban ditemukan, tiba-tiba melintas perkataan Utbah Bin Rabiah tokoh kaum musyrikin Makkah kepada Rasulullah saw:

وإنك قد أتيت قومك بأمر عظيم فرقت به جماعتهم

"Sesungguh engkau (Muhammad) membawa suatu perkara yang sangat besar kepada kaummu (sehingga) dengan itu engkau pecah belah persatuan mereka".
Mungkin kalimat itulah yang akan menggema kembali dari mulut mereka yang menjadi tuan-tuan pembina dan pemilik kekuasaan tunggal penafsiran paling benar tentang Pancasila.

Sekedar mengingatkan peristiwa yang mungkin masih tuan-tuan ingat.
Apakah tuan-tuan lupa bahwa Pancasila itu digali dari nilai-nilai yang hidup di tengah masyarakat beragam suku di dalam wilayah Nusantara ini. Ketahuilah bahwa nilai-nilai itu adalah buah dari keyakinan yang mereka anut atau agama yang menjadi pedoman kehidupan mereka.

Siapa yang bisa membantah bahwa sebelum negara Indonesia ini lahir, di sepanjang kepulauan Nusantara ini berdiri kerajaan dan kesulthanan Islam yang berhadapan dengan para penjajah.

Berarti nilai-nilai yang bagaikan mutiara berharga itu adalah buah dari keyakinan terhadap Pencipta Alam Semesta yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Mayoritasnya adalah keyakinan akan LA ILAHA ILLALLAH, ALLAHU AKBAR.

Karena itulah ketika Pancasila disusun, sila ketuhanan menjadi sila yang pertama dan menjadi ruh seluruh sila-sila berikutnya.
Jadi, tak mengherankan jika dalam dekrit Presiden 5 Juli juga termaktub bahwa Piagam Jakarta adalah jiwa dari UUD 1945.

Nah berdasarkan fakta ini, mengapa tuan-tuan mengusulkan RUU untuk mendirikan lembaga yang tak berguna bagi umat dan rakyat.

Kata Buya, Lembaga ini hanya akan dipergunakan untuk kepentingan kekuasaan. Untuk memukul bukan untuk merangkul. Untuk mempertahankan kekuasaan bukan kedaulatan.

Kalau mau merenungkan, tuan-tuan tentu menyadari bahwa isi RUU itu malah tanpa jiwa karena tuan-tuan membuatnya bagaikan tandingan agama.

Disadari atau tidak, ia akan menjadi berhala sembahan. Siapa saja yang tidak tunduk dengan tafsiran kepala tuan-tuan tentangnya, akan mendapatkan cap pemecah belah kesatuan dan perusak kesepakatan.

Padahal segelintir manusia yang akan didudukkan di kursi "kepembinaan" dan berperan sebagai "ahli tafsir" serta "pakar syarah" adalah buah telunjuk sang penguasa.
Tuan-tuan juga tahu bahwa fakta menjadi saksi tentang hubungan pemilik telunjuk itu dengan singasana kekuasaan tak lebih bagaikan "bayi erat menyusu" yang berpantang disapih oleh ibunya.

Nah, apakah aman dasar negara berada di dalam pelukan lembaga perpanjangan tangan penguasa tersebut.
Kalau ini diteruskan, maka bukanya hanya sila pertama yang berada dalam bahaya tapi seluruh sila akan dibuat menjadi catatan tanpa makna.
Permusyawaratan hanya akan berada dalam pertemuan beberapa kepala namun membuat kepala ratusan juta menjadi hampa.

"Ingatlah tuan-tuan penguasa dan yang merasa terhormat mewakili rakyat negeri ini. Dalam permusyawaratan terbesar umat Islam di negeri ini, jangankan memperkuat kedudukan lembaga itu malah kami meminta membubarkannya. Saudara boleh bermain-main tapi kami sudah tak mau jadi permainan".

Kalau sorak dan peringatan tak mempan lagi mencairkan kebekuan hati tuan-tuan, biarlah di jalan-jalan, di sudut-sudut kota dan di lembah-lembah serta perbukitan hutan belantara, kita akan berhadapan dengan tekad terbujur lalu terbelintang patah dan juga prinsip isy kariman au mut syahidan.

Sebelumnya, pemerintah telah menyerahkan usulan Rancangan Undang-undang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU BPIP) kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Draft RUU BPIP ini sekaligus menggantikan RUU Haluan Ideologi Pancasila yang menuai kontroversi publik. (Rel)

Sumber: Rahmat Ilahi (Kang Rie)




Lainnya :

 
KETUM MUI SUMBAR
BERITA
MUI SUMATERA BARAT KONTAK KAMI ALAMAT
Situs Informasi dan Komunikasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sumatera Barat.

facebook twitter
 
Komplek Masjid Agung Nurul Iman, Jalan Imam Bonjol, Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar)
 
telp
(0751) 811599
(0751) 8956213
email
muisumbar95@gmail.com
lppom.muisumbar@gmail.com