Kisah Ustadz Kampung di Tanah Ibukota: Terkesima Karena Dipejabatkan
Rabu, 02 Desember 2020
Oleh: Buya Gusrizal Gazahar Dt. Palimo Basa Musyawarah skala besar memang memiliki suasana yang berbeda. Walaupun sudah kali ke empat bagi ustadz kampung namun kali ini, suasananya sangat berlain. Hangat-hangat dingin rasanya karena diminati oleh banyak pihak yang tak ada hubungan dengan kegiatan tersebut. Jangankan hubungan nasab, bertali rahim pun tidak. Namun anehnya, mereka lebih sibuk daripada ustadz kampung yang akan berangkat. Siasat dan selidik menggelitik setiap hari. Dari yang ingin tahu sampai kepada yang ingin tempe. Apakah ustadz kampung akan berangkat? Kalau iya, dengan siapa? Naik apa? dan membawa misi apa?. Walaupun suasana seperti ini sudah berulang kali terjadi namun kali ini cukup menggelisahkan dan membuat tidak nyaman. Akhirnya dalam kewaspadaan tingkat sedang, ustadz kampung berangkat menempuh jalan darat menuju ibu kota. Dari berbagai pembicaraan yang terdengar, tampaknya ribut dan badai sedang mengancam. Olengnya kapal lembaga karena nakhodanya mabuk lautan dan terpaan ombak semakin membesar, sangatlah mengkhawatirkan. Walaupun kecewa dengan absennya shahabat-shahabat seperjuangan, ustadz kampung tetap meneguhkan hati untuk menjadi bagian dalam musyawarah kerapatan. Ketika acara hendak dimulai, siapa saja harus melewati pemeriksaan ketat untuk hadir dalam ruangan acara dan tentu tidak terkecuali ustadz kampung. Acara pembukaan telah selesai. Tepuk tangan pun bergemuruh sebagai penghargaan. Ustadz kampung tak ketinggalan tapi dengan tepuk tangan separuh hati. Walaupun yang memberikan laporan pertanggungjawaban adalah "pemangku jabatan tuan negeri" namun kebenaran harus disuarakan. Kira-kira demikianlah suara yang menggema dalam diri ustadz kampung. Akhirnya, ketika kesempatan menanggapi ditawarkan oleh pimpinan sidang, tangan pun mengacung dan mulut pun berbicara meminta kesempatan. Mulailah ustadz kampung menyampaikan kegelisahan yang tersimpan dalam hati dan sikap yang telah diambil selama ini oleh para ulama di kampungnya. Kira-kita beginilah isi tanggapan ustadz kampung: "Kita bersyukur kepada Allah swt dan berterima kasih kepada dewan pimpinan atas segala keberhasilan dan terobosan yang telah dilakukan. Kedua, pelanggaran terhadap Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga (PDPRT) lembaga, dimana Ketua Umum dilarang rangkap jabatan namun itu yang terjadi. Tuan-tuan coba mencarikan solusi dengan non aktif yang juga tidak ditemukan aturannya. Setelah ustadz kampung menanggapi, beberapa orang pun menanggapi tapi tak satu pun yang mempersoalkan perkara yang diangkat oleh ustadz kampung. Ketua yang dipejabatkan pun mulai menjawab. Jawaban perkara kedua, sangatlah mengejutkan. "Saya hanya menerima keputusan dari dewan pimpinan. Disuruh non aktif maka saya non aktif dan menurut saya memang itulah yang bijak", begitulah kira-kita jawaban sang pejabat. Ustadz kampung tercengang dengan keberanian "yang dipejabatkan" menimpakan beban kepada banyak orang padahal itu adalah kemauannya?! Ketercengangan itu semakin bertambah karena tak satupun yang mempertanyakan hal itu dan tak ada satu pun yang berani meluruskan. Kesedihan, kekecewaan dan sedikit bercampur kekesalan berkecamuk dalam hati sang ustadz ketika sidang pertama itu selesai. Anehnya ketika sidang pertama selesai dan "yang dipejabatkan" sudah keluar ruangan, banyak yang menghampiri ustadz kampung menyampaikan terima kasih dan pujian karena telah menyampaikan apa yang ada dalam hati mereka. Dengan senyuman sumbing sambil membathin, ustadz kampung bergumam, "mengapa tadi diam saja ? Saya tak perlu pujian itu tapi ya sudahlah... ini ibu kota, ini pusat, ini pucuk lembaga dan lainnya. Ustadz kampung tetaplah ustadz kampung. Basa-basi tingkat tinggi dengan membiarkan kekeliruan demi pertemanan dan perkelompokan adalah permainan yang tak akan bisa difahami oleh ustadz kampung. Pulanglah ke kampung wahai ustadz kampung ! Ini ibu kota bukanlah kampungmu ! Namun jangan lupa, kampungmu juga kan dijadikan ibu kota pula ketika tiba masanya". /Penulis adalah Ketum MUI Sumbar dan juga Penggagas dan Praktisi Gerakan Buya Baliak Basurau Sumber: Rahmat Ilahi (Kang Rie)
|
Lainnya :